Adalah menarik bagi kita umat Islam untuk kembali merenungkan wasiat Rasulullah saw dalam kesempatan Hajjul Wida kepada umat Islam. Dari apa yang dinasehatkan dan bagaimana faktanya pengamalannya. Dengan membaca kembali wasiat tersebut kita bisa membandingkan sejauh mana wasiat itu dilaksanakan oleh umat Islam dan lebih dari itu, bisa menjadi bahan introspeksi diri kita sendiri dalam hal pengamalannya.
Dalam kesempatan Hajjul Wida, Rasulullah saw yang dihadiri lebih dari 100.000 orang dari berbagai negeri yang jauh pada waktu itu bersabda:
“Ya ummatku, ya ummatku, sebentar lagi saya akan berjumpa dengan Allah, dan kalianpunsuatu saat nanti akan berjumpa dengan Allah. Dan apabila nanti kalian berjumpa dengan Allah maka Allah taala akan bertanya kepada kalian, ‘Hai hamba-Ku, selama kalian hidup di dunia, amal baik apa saja yang kalian lakukan?’
Oleh sebab itu setelah aku meninggalkan dunia yang fana ini, janganlah kalian murtad, janganlah kalian menjadi orang musyrik, janganlah jadi pembangkang, janganlah menjadi perusuh, janganlah menjadi pembuat onar, janganlah menjadi penyebar gosip, isu, ghibat, fitnah. Janganlah menhadi pendusta, janganlah menjadi orang yang selalu menanamkan tali perpecahan, janganlah menjadi orang yang mudah iri hati, karena semua itu perbuatan setan dan hukumnya dosa yang sangat besar.
Jadilah kalian orang yang senantiasa bermanfaat bagi keluarga, bagi masyarakat, jadilah kalioan rahmat bagi yang lain, jadilah kalian juru selamat bagi dunia ini, jadilah kalian wujud yang penuh setia kepada sang Maha Pencipta, Allah Yang Maha Besar, jadilah kalian wujud yang selalu menghormati serta menghargai agama Islam ini, hiduplah dengan merendah diri, beradat lembut, berbudi halus. Kerjakanlah semua itu dengan tulus ikhlas dan dengan penuh ridho semata-mata karena Ilahi.
Hai umatku, apakah amanat Allah taala yang aku terima dan telah kusampaikam semua kepada kalian semuanya telah mengerti?”
Mereka menjawab: “Labbaik”
“Apakah sudah jelas?”
Mereka menjawab, “Labbaik”
“Hai umatku, Allah taala menjadi saksi atas pernyataan ini”.
Mereka menjawab: “Labbaik”
“Apakah sudah jelas?”
Mereka menjawab, “Labbaik”
“Hai umatku, Allah taala menjadi saksi atas pernyataan ini”.
Amanah diatas sebenarnya tidak terbatas hanya kepada para sahabat awwalin saja, tetapi termasuk juga kita yang menamakan diri sebagai muslim. Dan sudahkah kita mengatakan “labbaik” terhadap amanah diatas?
Garis besar dari amanah diatas adalah penguatan iman, yang dilakukan dengan cara menghindari bentuk-bentuk kejahatan yang bisa menghancurkan masyarakat. Dan melakukan kebaikan yang membawa kemaslahatan umum. Dan semua itu dilakukan dengan penuh setia pada Allah dan keikhlasan semata-mata karena Allah.
Pentingnya Rahmat Ilahi Dalam Mengamalkan Akhlak dan Amanah Rasulullah
Bagaimana cara kita agar bisa menerapkan akhlak Rasulullah dan amanah-amanah beliau? Dari amanah tersebut sebenarnya kita bisa melihat bahwa akhlak hasanah Rasulullah saw baru bisa diamalkan bila kita menarik rahmat ilahi, sebab tanpa karunia-Nya kita yang lemah ini tidak mungkin bisa mengamalkan amanat-amanat beliau saw yang sangat mulia tersebut, sebab amanah-amanah beliau itu bisa menjadi juru selamat bagi diri kita dan keturunan kita. Jadi, hanya dengan rahmat dan karunia dari Allah ta’ala barulah kita bisa mengamalkan akhlak hasanah Rasulullah saw. Dengan demikian yang pertama-tama kita lakukan adalah carilah rahmat Tuhan, lagilah kepada Allah ta’ala siang dan malam dengan sungguh-sungguh agar Tuhan menjadi sahabat kita dan agar Tuhan menjadi milik kita.
Dan membangun akhlak Rasulullah saw harus dimulai dari lingkungan rumah kita sendiri. Sebab kalau bangunan akhlak hasanah Rasulullah saw dalam rumah kita tidak benar maka bagaimana mungkin kita akan merubah dunia? Cahaya yang dimiliki oleh orang-orang yang mengamalkan akhlak Rasulullah saw akan lebih terang, dan cahaya tersebut akan menerangi alam sekitarnya.
sumber : http://agama-islam.org
something interesting ... appropriate for us as Muslims musings ....
BalasHapus